Pendidikan Anak


Perkembangan pendidikan anak

sangat penting untuk kita ketahui agar perkembangan buah hati kita bisa berkembang dengan baik sehingga bisa tumbuh sesuai dengan yang kita harapkan. Anak merupakan obyek utama dari pendidikan dan di dalam anak mempunyai pembawaan yang disebut Bakat.
Pada kenyataannya, pendidikan anak usia dini yang ada di Indonesia selama ini lebih banyak dilaksanakan oleh masyarakat. Banyaknya Taman Kanak-Kanak dan Kelompok Bermain yang diselenggarakan oleh masyarakat menunjukkan besarnya minat masyarakat pada pendidikan anak usia dini ini.
Disamping itu, bagaimanapun masih ada juga orang tua yang masih memandang sebelah mata terhadap pendidikan anak usia dini. Mereka belum mengerti sepenuhnya betapa pentingnya pendidikan di usia dini. Padahal pendidikan di usia dini itu sangatlah penting. Oleh karena itu, sosialisasi mengenai pendidikan di usia dini melalui berbagai kegiatan baik langsung maupun media massa menjadi sangat penting untuk dilaksanakan.
Meningkatkan prestasi literasi bagi anak-anak usia dini adalah prioritas pendidikan di Amerika Serikat. Berbagai macam kebijakan pendidikan seperti No Child Left Behind Act dan Reading First Act telah melakukan persiapan khusus untuk persiapan akademis bagi anak-anak yang berlatar belakang kurang beruntung. Jadi Sebaiknya negara kita juga menyediakan fasilitas belajar bagi anak yang kurang beruntung untuk menuntut ilmu.

Memahami Pola Asuh Anak


Jarang orangtua dapat mengamati proses tumbuh kembang anaknya secara utuh. Padahal, masa tumbuh kembang adalah tahapan awal dalam proses hidup seorang anak yang amat sensitif dan peka. Sifat kelembutan dan penuh kasih sayang merupakan modal utama bagi orangtua dalam mengasuh putra-putrinya secara optimal.

Proses pertumbuhan anak hingga remaja adalah proses yang penuh menyenangkan dan membahagiakan. Namun juga bisa menyedihkan kalau dalam prosesnya tidak dapat tumbuh dengan wajar, bahkan sering sakit-sakitan, rewel dan sifat aneh lainnya.

Menurut Alfian Kalsun Ananda (2004), bahwa pola pengasuhan anak pasti diawali dengan tiga tahapan. Pertama adalah tahapan tumbuh kembang anak dari usia 0-4 bulan. Rentang usia tersebut ditandai dengan konsumsi ASI ibu (ASI eksklusif).  Kedua adalah tahapan masuk usia 5-8 bulan. Pada fase ini, rata-rata anak ditandai dengan perkembangan fisik yang semakin agresif, juga memerlukan makanan pendamping, selain ASI ibu. Menginjak fase kedua, anak cenderung minta “ditemani” orangtua atau untuk mengoceh, mengeram, bermain dengan benda-benda halus atau ringan dan diajak untuk menyaksikan sesuatu pemandangan yang menceriakan. Ketiga, tahapan ketika anak berusia 9-12 bulan. Pada fase ini, ia sudah mulai bisa merangkak dan berjalan satu-dua langkah, serta akhirnya dapat berjalan sendiri

Menjaga Kesehatan Anak

Bagi orangtua, kesehatan adalah nomor satu. Sebab kualitas tumbuh kembang anak akan sangat ditentukan oleh kesehatan itu. Karena faktor gizi sangat berperan dalam membantu pertumbuhan janin, yang juga mempengaruhi ketahanan dan kecerdasan anak ketika ia lahir. Masa pertumbuhan anak sangat membutuhkan kualitas gizi yang baik. Sebab, faktor gizi akan mempengaruhi kekuatan fisik, kecerdasan dan kesehatan mentalnya. Pendek kata, kesehatan gizi menjadi tolak ukur terhadap kekuatan fisiologis, psikis, dan kecerdasan otaknya.
            Menurut badan kesehatan, bahwa pertumbuhan anak yang normal secara natural paling tidak dipengaruhi beberapa hal, seperti faktor genetis, hormonal, lingkungan, dan gizi. Bertambah umur anak, bertambah pula perhatian orangtua kepadanya. Menginjak usia-usia aktif, anak harus dijaga, diasuh dan dilindungi ekstra hati-hati. Semakin banyak bertingkah, anak akan semakin rawan terserang penyakit. Jika perlu, sebulan sekali dibawa ke dokter untuk diperiksakan.

Menghindari Kekerasan pada Anak

Kelucuan dan tingkah laku anak acap kali membuat orangtua tersenyum simpul. Namun apabila anak mulai menunjukkan perilaku yang menjengkelkan, membangkang, malas belajar, tidak disiplin, kurang atau bahkan tidak hormat, maka tidak sedikit orangtua yang mampu menahan emosinya, dan anaklah yang menjadi sasaran “pendisiplinan” atau dengan kata lain timbulnya “kekerasan terhadap anak”.

Alfie Kohn (2006: 14-35) mengajak kepada orangtua agar mengubur dalam-dalam tujuan ambisius dan menuruti keinginannya terhadap pemaksaan dan kekerasan terhadap anak. Orangtua dan pendidik diharuskan menghentikan berbagai kekerasan terhadap anak atas nama pendidikan. Karena pendidikan bukanlah sesuatu yang identik dengan kekerasan, dan juga tidak sekedar memberikan instruksi, melainkan harus mengasah hati dan jiwa kedewasaan yang sarat dengan cinta dan kasih sayang.

Orangtua yang mendidik anak dengan memakai kekerasan, sebaiknya harus diubah melalui cara pandang baru pengasuhan anak yang benar tanpa menggunakan kekerasan dan otoriter. Apabila orangtua menggunakan hukuman, penghargaan dan strategi lainnya untuk memanipulasi perilaku anak, mereka mungkin merasa disayang hanya jika mereka menuruti permintaannya.

Dalam pola pengasuhan anak yang “otoriter”, orangtua yang seperti itu lebih sering menuntut daripada menerima dan memotivasi. Orangtua jarang memberi penjelasan atas aturan yang diterapkan. Orangtua seringkali mengharapkan kepatuhan mutlak dan menggunakan hukuman sesukanya  daripada memberi kebebasan kepada anak untuk berpikir sendiri.

Saatnya kita mengajak kepada semua orangtua agar mengubur dalam-dalam tujuan ambisius dan menuruti keinginannya dengan memakai cara paksaan dan kekerasan. Sebagai solusinya yaitu orangtua harus membangun hubungan yang hangat dan kuat dengan anak, serta memperlakukannya dengan hormat, meminimalkan mengontrol dengan paksa, dan bila perlu memberi penjelasan yang mendidik.

Comments

Popular posts from this blog

Animasi Lucu C++

Sistem Sensor dan Robotika

DDL Part II